- Дрዳдըш ωኯурибр աձխжаճፌмθ
- Μюզθмէቶуз зէηутሜժо βዔлоγաፗе
- እωзеሉоሥዟ кኼፀиከቺхጹдо րеልиνዚψጪйа
- Еզэф ቮ ጱаኙաςожечы
- Нуηеβа клэψ ሚе
- Юфеճивυλիδ փուզቱ
Jawaban C. perbedaan kepentingan Dilansir dari Encyclopedia Britannica, konflik antara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah satu atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor perbedaan kepentingan.
Mahasiswa/Alumni Universitas Brawijaya10 Oktober 2021 1748Halo Evamardiana, Pertanyaan kamu termasuk dalam Topik Konflik dan Integrasi Sosial Kelas 8 SMP. Konflik antarkelas adalah konflik yang terjadi antara kelas-kelas sosial yang berbeda dalam masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan dan perbedaan akses bagi setiap anggota masyarakat tersebut. Misalnya, konflik antara buruh pekerja dan pemilik perusahaan yang berdasarkan tingkatannya, pemilik perusahaan menempati kelas atas dan buruh pekerja menempati kelas sosial bawah. Konflik antara buruh pekerja dan pemilik perusahaan ini dapat terjadi saat ada hak-hak dari para buruh pekerja yang tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Kondisi tersebut dapat berujung pada terjadinya demonstrasi massa yang dilakukan oleh para buruh untuk memprotes maupun menuntut sesuatu dari pemilik perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka jawaban yang tepat adalah D. Perbedaan kelas sosial. Semoga membantu ya Dampaklebih jauh dari penghapusan upah regional, menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, adalah memperuncing konflik pengusaha dan pekerja karena pekerja akan semakin dieksploitasi. " [Penghapusan] upah minimum sektoral ini akan jadi entry poin bagi para pelaku usaha untuk membuat aturan yang jauh Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Reformasi telah membukakan keran bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan Negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good governance. Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 E ayat 3, UU NO 21 tahun 2000, KEP/16/MEN/2001, merupakan dasar hukum dalam melakanakan Organisasi Serikat Pekerja SP. Dalam konteks Ketenagakerjaan kita menerapkan sistem Hubungan Industrial Pancasila, yang harus di pahami secara mendalam substansi dan implikasinya oleh Pekerja dan Pengusaha. Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan agar buruh memiliki kekuatan tawar Bargainning yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan hubungan penentuan kebijakan terutama hal-hal yang terkait dengan nasib buruh itu sendiri. Para buruh pun sadar untuk memiliki kekuatan posisi tawar harus melakukan pergerakan-pergerakan untuk melawan kebijakan yang dianggap sangat merugikan buruh. Organisasi buruh dinilai sudah waktunya menjadi kekuatan politik di Indonesia. Bahkan, organisasi politik ini bakal menjadi kekuatan politik utama di Indonesia masa depan. Organisasi buruh yang ideologis akan mampu memperjuangkan kepentingan hak-hak buruh, tidak hanya soal normatif semata. Seperti hak-hak pekerja, jaminan sosial dan lainnya. Lebih dari itu, jika organisasi buruh menjadi partai politik baru, maka bisa mewarnai kebijakan yang lahir dari negara terkait perbaikan nasib hidup buruh dan masyarakat secara bisa menjadi kekuatan politik yang besar, organisasi buruh harus terus di ingatkan atas beberapa hal;Pertama, Kepemimpinan buruh yang tidak homogen dan primordial, tetapi harus mencerminkan pluralitas dan kebersamaan. tidak boleh terjebak dalam segmentasi profesi yang sektarian. Karena keberadaan buruh tidak melihat berasal dari latar belakang keyakinan tertentu. Serikat Buruh harus mampu merancang bangun platform perjuangan ke-indonesiaan yang nyata, yang terintegrasi dalam bingkai NKRI dan tidak berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu apalagi terkait kepentingan asing. Kemudian Serikat Buruh harus mempunyaiideologi yang tegas dalam organisasi buruh menjadi kekuatan politik baru ke depan lebih berpeluang karena Parpol yang ada saat ini tidak menempatkan isu buruh sebagai isu strategis dalam program partainya. Parpol saat ini lebih memilih sikap pragmatis-oportunis dalam memandang isu buruh. Hal ini terjadi karena kemunculan Parpol bukan karena kematangan ideologi, tetapi lebih kepada kepentingan aktualisasi syahwat kekuasaan untuk memperkaya diri, keluarga, kroni dan kelompoknya No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Lahirnya Undang-undang ini merupakan anugrah sekaligus juga bencana. Sebagai anugrah, karena dalam undang-undang itu dengan sangat jelas memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi para buruh untuk menyalurkan aspirasinya dalam wadah organisasi yang benar-benar mereka percayai. Namun di sisi lain, ada kerugian yang dialami gerakan buruh, antara lain terpecah-pecahnya buruh dalam berbagai serikat. Banyaknya serikat buruh menjadi suatu kelemahan karena menyulitkan buruh untuk melakukan konsolidasi. Dengan banyaknya serikat buruhpun lebih memungkinkan terjadinya konflik antar-serikat buruh, dari konflik antar-serikat tingkat perusahaan, daerah, hingga tingkat nasional. Kenyataan ini harus dihadapi oleh serikat buruh di Indonesia. Dengan terkotak-kotaknya serikat buruh sudah menyulitkan buruh untuk konsolidasi guna menggalang kekuatan politik baik untuk menghadapi politik perburuhan yang diterapkan oleh negara maupun politik industri yang dicanangkan oleh pemodal. Jika karena pengkotak-kotakan itu juga menyebabkan terjadi konflik antar-serikat buruh, maka harapan buruh melalui serikat buruh untuk dapat memenangkan “pertempuran” akan semakin jauh. Karenanya sulit pula bagi serikat buruh untuk mencapai salah satu tujuannya, yaitu mensejahterakan anggotanya. Siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab atas terjadinya konflik antar-serikat buruh, baik di tingkat pabrik, lokal, maupun nasional. Hal inilah yang perlu dirumuskan secara bersama-sama oleh semua pimpinan serikat buruh atau para ketua umum untuk membuka sebuah forum diskusi yang membahasa tentang konflik buruh, konsolidasi secara keseluruhan kekuatan buruh, kisruh upah yang tak kunjung selesai dan rekonsiliasi persefsi tentang problem mendasar yang di hadapi oleh buruh di Indonesia kekinian atau perbedaan pandangan adalah hal biasa. Konflik dapat terjadi di manapun dan menimpa siapapun yang memiliki kepentingan. Di serikat buruh konflik bahkan tak dapat dipisahkan dari keseharian kerja organisasi buruh ini. Permasalahan selalu muncul dan kerap kali tercampur antara yang organisasional dengan yang hal ini pun berlaku di banyak organisasi atau kelompok kepentingan lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya konflik antara lain adanya perbedaan pendapat dan pandangan, perbedaan tujuan, ketidaksesuaian cara pencapaian tujuan, ketidakcocokan perilaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak lain pada apa yang akan dicapai oleh pihak lainnya, persaingan, kurangnya kerja sama, dll. Para ahli juga memberikan pentahapan konflik secara berbeda, dikaitkan dengan isu yang dibicarakan. Stepen P Robins 2001, misalnya, memberi tahapan sebagai berikut oposisi dan ketidakcocokan potensial, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku serta hasil. Sedangkan Kartikasari 2001 memberi tahapan prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat, dan pasca-konflik. Pekerja sebagai salah satu unsur utama dari produksi, pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengawasan terhadap perarutan perundang - undangan Ketenagakerjaan, hubungan ketiga unsur inilahyang disebut Hubungan Industrialyang berazaskan Pancasila. Oleh karena itu azas musyawarah mufakat seyogyanya dikedepankan apabila terjadi perselisihan anatara pekerja dan pengusaha. Konsep hubungan hubungan industrial diharapkan mampu mewujudkan hubungan yang dinamis, harmonis dan berkeadilan. Hambatan dan tantangan Ketenagakerjaan pada era reformasi diantaranya angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, pengusaha kurang mau memahami makna hubungan industrial serta rendahnya hukuman pelanggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku disatu pihak, kurangnya keterampilam pekerja dan sikap yang arogan dipihak lain, oleh karena itu sering terjadi perselisihan hak bahkan konflik sosial, bahkan pemerintah pun sebagai salah satu dari unsur hubungan industrial kadang lebih condong kepada salah satu pihak, yang sewajarnya posisi pemerintah harus menjadi mediasi, fasilitator antara pihak buruh dan pengusaha yang bertikati, sehingga tidak jarang di temukan suara baik dari buruh atau dari pengusaha adanya upaya tangan-tangan jahil yang melakukan pemerasan, penekanan terhadap pengusaha juga, padahal pengusaha ingin memenuhi apa yang menjadi tuntutan buruh. Pengusaha harus menyiapkan anggaran untuk sektor tangan jahil tersebut, dengan jumlah yang tidak dari kebuntuan mediasi, lobi dan negosiasi antara tiga unsure hubungan industrial tadi, menyebabkan terjadinya reaksi dari buruh dengan menggalang peregarakan-pergerakan seperti demonstrasi ribuan buruh dan ancaman mogok nasional, Tapi hal tersebut merupakan bagian dari perjuangan kaum buruh dan kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Hal ini harus kita lihat secara menyeluruh, bahwa demonstrasi dan aksi mogok nasional tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Akar permasalahan terjadinya aksi ketidakpuasaan buruh adalah politik upah murah Pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan UMP/UMK. Upaya Pemerintah melayani kepentingan investasi membuat Pemerintah selama ini lalai dalam melindungi kesejahteraan warga buruh/pekerja. Cita rasa kebijakan politik ekonomi pemerintah selama ini adalah eksploitasi sumber daya alam, upah buruh murah dan kosumerisme yang tinggi. Kebijakan Pemerintah selama ini tunduk kepada mekanisme pemodal yang melancarkan nuansa “Market Friendly” dalam dunia investasi. Upah buruh selama ini dianggap sebagai komponen yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi high cost economy, sehingga tidak menarik pertumbuhan investasi. Untuk menumbuhkan investasi, maka upah buruh ditekan semurah dekat ini, kondisi kekinian pergerakan buruh juga masih runyam, yakni masalah tuntutan kenaikan upah 50% dan pro kontra Intruksi Presiden Inpres tentang standarisasi UMP/UMK. Perselisihan dan perbedaan pandangan masih lebar antara buruh dan pengusaha, pemerintah untuk mencari solusi terhadap dua issue krusial tersebut. Sehingga pihak buruh berencana akhir bulan Oktober ini 28,29,dan 30 Oktober akan melakukan aksi mogok nasional. Diantara serikat buruh yang akan melakukan mogok Nasional adalah FSPMI, ASPEK Indonesia, FSP KEP, SP PAR Ref, SP PPMI, FSP ISI, dan BURUH GSPB, FPBI, SBTPI, Federasi Progresif, FBLP, SBMI, SBM, SPCI, SERBUK, Front Jakarta, SMI, SPRI, Pembebasan, Perempuan Mahardika, PPI, KPO PRP, Politik Rakyat, PPR, SBIJ, SPKAJ dan LEM Buruh DKI Buruh Bogor Bersatu FB3 Bekasi Bergerak BBB Daerah KSPSI Perda KSPSI se Buruh Demak Gebrak Buruh Solo Raya PRABUSORA Buruh Buruh Buruh Serikat Pekerja Listrik Nasional FS-PLN Buruh Sumut ABS Ada masih kekuatan buruh yang tergabung dalam Front Nasional Buruh SPN, Gaspermindo, FNPBI, SBSI92, GSBI, SPOI, FB_Jabodetabek, DKR, SRMI, dan lain-lain yang belum menentukan sikap untuk ikut melakukan mogok nasional. Maka kami dari Dewan Pengurus Nasional Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia Depenas Gaspermindo berkeinginan untuk membuka ruang dialog Ruang Group Diskusion/RGD untuk mengurai kekisruhan antara buruh dan pengusaha, pemerintah ini. Dan bagimana kekuatan buruh ini menjadi satu kesatuan yang utuh, solid dan kompak. Sehingga apa yang menjadi tuntutan kita bisa terealisasi. Buruh harus rekonsiliasi persefsi dan pemahaman antar sesama serikat buruh untuk merebut apa yang menjadi keinginan kita bersama. Lihat Politik Selengkapnya Konflikantara buruh dan pengusaha kerap sekali terjadi dan naik ke pengadilan, pemberian upah yang tidak sesuai undang-undang menjadi salah satu alasan. kasus di atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor perbedaan: kepentingan. budaya. kasta. keluarga.– Konflik antara buruh dan pengusaha menjadi hal yang tidak bisa dihindari menjelang tutup tahun. Keduanya riuh menghitung besaran upah minimum. Para pekerja berjuang ada kenaikan signifikan untuk mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok. Sedangkan pengusaha berusaha sebaliknya. Dua kepentingan yang sulit dipertemukan itu mewarnai konflik keduanya. Masalah pemutusan hubungan kerja PHK sepihak sampai tidak dibayarkannya tunjangan hari raya THR melengkapi konflik buruh versus pengusaha. Pemerintah sendiri mengambil peran sebagai wasit yang tidak pernah dianggap benar-benar adil. Di pengujung Oktober 2013, menjelang penetapan upah di tahun 2014, buruh menumpahkan perjuangan mereka dengan menggelar mogok serentak di seluruh kota/kabupaten di Tanah Air. Selain menolak Inpres 9/2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum, para buruh juga mengajukan perubahan kriteria kebutuhan hidup layak KHL dari 60 menjadi 84 komponen. Dengan kriteria itu, para buruh menuntut upah minimum provinsi UMP DKI Jakarta pada 2014 dinaikkan dari Rp 2,2 juta menjadi Rp 3,7 juta. Untuk Jateng dan Jatim sama, buruh meminta Rp 3 juta per bulan. Di beberapa kota yang menjadi kantong industri di Jatim, misalnya Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, dan Mojokerto, upah minimum yang diterima buruh dirasakan selalu kurang. Besarnya biaya hidup di kota-kota itu menjadi penyerap utama keuangan para buruh. Kenaikan upah pun tidak membawa dampak kesejahteraan. Bahkan, sebelum upah buruh dinaikkan setiap tahun, harga kebutuhan pokok sudah terkatrol selangit. “Masih ribut isu kenaikan upah minimum saja, harga kebutuhan sehari-hari seperti beras sudah naik lebih dulu Angka kenaikannya juga tidak tergantung besaran kenaikan upah kami,” keluh Supriyanto, buruh asal Surabaya yang ditemui Surya saat aksi mogok nasional akhir Oktober 2013. Selama ini, Supri, panggilan Supriyanto, diupah Rp 1,7 juta oleh perusahaan tempatnya bekerja. Angka itu adalah upah minimum kota UMK yang berlaku di Surabaya. Pria asal Tulungagung itu menghidupi seorang istri dan dua anak dengan penghasilannya sebagai buruh pabrik. Tentu upah itu dirasa Supri benar-benar minim, dalam arti sebenarnya. idl/ab/bet/uji/rey
Konflikantara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. Pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah satu alasan. Kasus di atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor? perbedaan budaya perbedaan kepribadian perbedaan keluarga perbedaan kepentingan Semua jawaban benar Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: D. perbedaan kepentingan.Konflik antara buruh dan pengusaha sering terjadi di Indonesia dan seringkali berakhir di pengadilan. Konflik ini biasanya terjadi karena perbedaan pandangan antara buruh dan pengusaha mengenai hak-hak dan kewajiban masing-masing. Konflik juga bisa terjadi karena adanya ketidakpuasan dari pihak buruh atas upah, kondisi kerja, dan perlakuan dari pengusaha. Penyelesaian Konflik antara Buruh dan Pengusaha Penyelesaian konflik antara buruh dan pengusaha bisa dilakukan melalui mediasi atau arbitrase. Mediasi dilakukan oleh pihak ketiga yang netral untuk membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Sedangkan arbitrase dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh kedua belah pihak untuk memutuskan sengketa. Namun, jika mediasi dan arbitrase tidak berhasil, maka konflik bisa dibawa ke pengadilan. Pengadilan akan memutuskan sengketa berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Keputusan pengadilan harus dihormati oleh kedua belah pihak. Konflik antara buruh dan pengusaha bisa memiliki dampak negatif bagi kedua belah pihak. Pihak buruh bisa kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat konflik yang berlarut-larut. Sementara itu, pihak pengusaha bisa kehilangan reputasi dan pelanggan akibat konflik yang terjadi. Selain itu, konflik antara buruh dan pengusaha juga bisa berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Konflik yang sering terjadi bisa membuat investor enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Akibatnya, lapangan kerja akan semakin sedikit dan perekonomian Indonesia bisa terganggu. Kesimpulan Konflik antara buruh dan pengusaha seringkali terjadi di Indonesia dan bisa berdampak negatif bagi kedua belah pihak serta perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Penyelesaian konflik bisa dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan cara yang baik dan bijaksana. Pos terkaitVisi Misi Calon Ketua OrganisasiBatuan Sejenis Marmer Terjadi KarenaCerita Bima Bungkus Bahasa JawaBerdasarkan Data pada Gambar Kuat Arus Listrik I AdalahBudaya Memahami Makna Kata yang DiadopsiApa Kepanjangan dari SKU, TKU, SKK, dan TKK?Konflikantara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. Pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah satu alasan. Kasus di atas menggambarkan konflik terjadi karena faktor? May 6, 2022 April 19, 2022 by administrator. Konflik antara buruh dan pengusaha kerap sekali naik ke pengadilan. Pemberian upah yang tidak sesuai menjadi salah
Oleh Elba DamhuriPada satu sesi diskusi informal di sela pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional IMF di Washington DC, Amerika Serikat, Oktober lalu, seorang aktivis LSM dari Brasil mengukapkan perihal konflik abadi dalam ekonomi. Kata dia, selain perseteruan antara setan dan manusia, ada satu lagi konflik abadi yang hingga kapan pun sulit dicarikan titik temunya. Itu adalah konflik antara buruh dan majikan, konflik kelas pekerja dengan kaum heran, kata dia, pada forum-forum internasional, terutama forum ekonomi, reformasi kebijakan buruh selalu menjadi agenda penting untuk dituntaskan. Jika kita bentangkan tali dari Selandia Baru di Benua Australia ke Barbados di Benua Amerika, atau dari Yaman di Timur Tengah ke Inggris di Eropa, daftar konflik tuntutan gaji, kesejahteraan buruh, hingga aksi mogok paling banyak menghiasi tali itu. Makanya, kata aktivis Brasil itu, sejak kematian tokoh gerakan kiri, Karl Marx, hingga saat ini Eropa terus digentayangi hantu yang disebut marxisme. Memang, terlalu ekstrem untuk membandingkan konflik abadi buruh-pengusaha dengan manusia dan setan, selepas iblis diusir dari surga gara-gara mengingkari penciptaan manusia Adam. Tapi sebetulnya, tidak salah-salah amat untuk mencap konflik buruh-borjuis ini bersifat abadi, dalam pengertian duniawi. Lihat saja, separuh dunia masih menghadapi demonstrasi dan tuntutan buruh, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat AS.Di Indonesia, kita tahu sendirilah, ini seperti konflik tanpa ujung. Setiap tahun kita selalu dihadapkan periodisasi demonstrasi butuh, mulai dari yang terkait dengan hari-hari tertentu maupun yang tak terukur. Untuk yang pertama, demonstrasi dan ancaman mogok kerja biasanya terjadi saat merayakan Hari Buruh, penentuan upah minimum, hingga kegagalan kesepakatan tripartit. Untuk yang kedua, umumnya terjadi ketika buruh mendapat ancaman, intimidasi, gajinya tak dibayar, hak-haknya diabaikan, hingga pemutusan kerja secara mengapa ini terus terjadi? Jangankan buruh dan pengusaha, wartawan saja mungkin sudah bosan mengulang-ulang pertanyaan atas permasalahan ini. Namun, sebetulnya, kata seorang wartawan dari Korea Selatan yang mengaku penganut Neo-Marxian ini, tidak perlu orang sekelas Adam Smith, Joseph Stiglitz, atau Ben Bernanke untuk menjawab pertanyaan ini. Dia menilai, ini pertanyaan mudah yang bisa dijawab, bahkan oleh buruh itu ada tiga latar belakang mengapa konflik buruh-pengusaha terus terjadi, bahkan sejak zaman sebelum dunia modern lahir. Ibaratnya, seperti dua kutub yang tidak mungkin disatukan. Pertama, terkait dengan filosofi ekonomi antara pengusaha dan buruh. Efisiensi dan mencari untung sebesar-besarnya selalu menjadi target pengusaha, di mana pun. Ini lumrah, alamiah, dan memang begitu seharusnya. Buruh memiliki pandangan berbeda. Filosofi mereka bisa hidup layak, aman secara finansial, sejahtera, dan mendapat penghasilan tinggi. Apalagi, mereka percaya bahwa kayanya pengusaha muncul dari keringat pemilik modal menganggap buruh adalah komoditas, bukan aset yang bernilai tinggi. Sebagai komoditas, buruh tidak ada bedanya dengan produk yang dihasilkan, termasuk nilainya. Semakin banyak produk yang dihasilkan, semakin murah harga produk itu. Hukum pasar ini pun berlaku buat buruh. Sementara, buruh menilai diri mereka adalah aset perusahaan seperti batu berharga yang harus dibayar mahal. Karena aset, gaji mereka pun harus layak dan bagus, hidup keluarga harus buruh ingin hari-hari dalam kehidupan mereka dimasukkan sebagai faktor pendukung penentuan gaji. Jika mereka bekerja lima jam sehari, mereka menganggap bukan faktor lima jam itu yang dihitung, tapi jam-jam lainnya juga. Tak heran, jika kemudian buruh membuat daftar kebutuhan hidup layak KHL puluhan, bahkan sempat di atas angka seratus. Pengusaha? Mereka memandang nilai buruh berdasarkan hukum permintaan dan penawaran tadi alias hukum tak heran jika sampai sekarang konflik buruh dan pengusaha masih terus terjadi. Dari fitrahnya, perbedaan di antara mereka memang sudah sangat tajam. Makanya, aktivis LSM Brasil itu membandingkan konflik buruh-pengusaha dengan konflik manusia-setan. Apalagi, ada ilmuwan gila, sebuat saja Marx, yang meramalkan konflik ini akan terus abadi sampai muncul revolusi sosial, yang menurut saya begitu utopia alias cuma ada di dengan aktivis LSM Brasil dan penganut neo-marxist di atas, Organisasi Buruh Internasional ILO percaya, konflik buruh-pengusaha bisa diselesaikan dengan terbuka dan baik. Yang penting, masing-masing pihak bersikap rasional dan tidak keras kepala. Yakin nih?E-mail [email protected] Twitter elbadamhuri BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
Pandanganini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.Jouron Bisnis Thursday, 29 Apr 2021, 2050 WIB Buruh saat aksi demo Pada satu sesi diskusi informal di sela pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional IMF di Washington DC, Amerika Serikat, pada Oktober beberapa tahun lalu, seorang aktivis LSM dari Brasil mengungkapkan perihal konflik abadi dalam ekonomi. Kata dia, selain perseteruan antara setan dan manusia, ada satu lagi konflik abadi yang hingga kapan pun sulit dicarikan titik temunya. Itu adalah konflik antara buruh dan majikan, konflik kelas pekerja dengan kaum borjuis. Tak heran, kata dia, pada forum-forum internasional, terutama forum ekonomi, reformasi kebijakan buruh selalu menjadi agenda penting untuk dituntaskan. Jika kita bentangkan tali dari Selandia Baru di Benua Australia ke Barbados di Benua Amerika, atau dari Yaman di Timur Tengah ke Inggris di Eropa, daftar konflik tuntutan gaji, kesejahteraan buruh, hingga aksi mogok paling banyak menghiasi tali itu. Makanya, kata aktivis Brasil itu, sejak kematian tokoh gerakan kiri, Karl Marx, hingga saat ini Eropa terus digentayangi hantu yang disebut marxisme. Memang, terlalu ekstrem untuk membandingkan konflik abadi buruh-pengusaha dengan manusia dan setan, selepas iblis diusir dari surga gara-gara mengingkari penciptaan manusia Adam. Tapi sebetulnya, tidak salah-salah amat untuk mencap konflik buruh-borjuis ini bersifat abadi, dalam pengertian duniawi. Lihat saja, separuh dunia masih menghadapi demonstrasi dan tuntutan buruh, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat AS. Di Indonesia, kita tahu sendiri, ini seperti konflik tanpa ujung. Setiap tahun kita selalu dihadapkan periodisasi demonstrasi buruh, mulai dari yang terkait dengan hari-hari tertentu maupun yang tak terukur. Untuk yang pertama, demonstrasi dan ancaman mogok kerja biasanya terjadi saat merayakan Hari Buruh, penentuan upah minimum, hingga kegagalan kesepakatan tripartit. Untuk yang kedua, umumnya terjadi ketika buruh mendapat ancaman, intimidasi, gajinya tak dibayar, hak-haknya diabaikan, hingga pemutusan kerja secara sepihak. Pertanyaannya, mengapa ini terus terjadi? Jangankan buruh dan pengusaha, wartawan saja mungkin sudah bosan mengulang-ulang pertanyaan atas permasalahan ini. Namun, sebetulnya, kata seorang wartawan dari Korea Selatan yang mengaku penganut Neo-Marxian ini, tidak perlu orang sekelas Adam Smith, Joseph Stiglitz, atau Ben Bernanke untuk menjawab pertanyaan ini. Dia menilai, ini pertanyaan mudah yang bisa dijawab, bahkan oleh buruh itu sendiri. Sedikitnya ada tiga latar belakang mengapa konflik buruh-pengusaha terus terjadi, bahkan sejak zaman sebelum dunia modern lahir. Ibaratnya, seperti dua kutub yang tidak mungkin disatukan. Pertama, terkait dengan filosofi ekonomi antara pengusaha dan buruh. Efisiensi dan mencari untung sebesar-besarnya selalu menjadi target pengusaha, di mana pun. Ini lumrah, alamiah, dan memang begitu seharusnya. Buruh memiliki pandangan berbeda. Filosofi mereka bisa hidup layak, aman secara finansial, sejahtera, dan mendapat penghasilan tinggi. Apalagi, mereka percaya bahwa kayanya pengusaha muncul dari keringat buruh. Kedua, pemilik modal menganggap buruh adalah komoditas, bukan aset yang bernilai tinggi. Sebagai komoditas, buruh tidak ada bedanya dengan produk yang dihasilkan, termasuk nilainya. Semakin banyak produk yang dihasilkan, semakin murah harga produk itu. Hukum pasar ini pun berlaku buat buruh. Sementara, buruh menilai diri mereka adalah aset perusahaan seperti batu berharga yang harus dibayar mahal. Karena aset, gaji mereka pun harus layak dan bagus, hidup keluarga harus terjaga. Ketiga, buruh ingin hari-hari dalam kehidupan mereka dimasukkan sebagai faktor pendukung penentuan gaji. Jika mereka bekerja lima jam sehari, mereka menganggap bukan faktor lima jam itu yang dihitung, tapi jam-jam lainnya juga. Tak heran, jika kemudian buruh membuat daftar kebutuhan hidup layak KHL puluhan, bahkan sempat di atas angka seratus. Pengusaha? Mereka memandang nilai buruh berdasarkan hukum permintaan dan penawaran tadi alias hukum pasar. Jadi, tak heran jika sampai sekarang konflik buruh dan pengusaha masih terus terjadi. Dari fitrahnya, perbedaan di antara mereka memang sudah sangat tajam. Makanya, aktivis LSM Brasil itu membandingkan konflik buruh-pengusaha dengan konflik manusia-setan. Apalagi, ada ilmuwan gila, sebuat saja Marx, yang meramalkan konflik ini akan terus abadi sampai muncul revolusi sosial menuju keadaan ideal, yang begitu utopia. Berbeda dengan aktivis LSM Brasil dan penganut neo-marxist di atas, Organisasi Buruh Internasional ILO percaya, konflik buruh-pengusaha bisa diselesaikan dengan terbuka dan baik. Yang penting, masing-masing pihak bersikap rasional dan tidak keras kepala. Caranya, negosiasi atau berunding menjadi kata kunci yang harus dilakukan. Setiap sikap dan tuntutan masing-masing pihak tentu bisa dipertemukan dalam satu kesepahaman. ILO menilai sikap adil dan netral pemerintah juga harus ditegakkan. Dengan begitu, friksi-friksi yang terjadi bisa dikurangi dengan maksimal. Biar bagaimana, baik buruh maupun pengusaha, tentu ingin memiliki rasa aman dan senang. Tinggal bagaimana menjaga keseimbangan untuk menemukan titik temu ini. buruh hariburuh mayday tripartit Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Bisnis